Jauhi Ghibah


Jauhi Ghibah
DTA. Al-Munfardiyyah - Telah menyebar dikalangan kaum muslimin penyakit akut yang telah diperingatkan oleh Allah سبحانه وتعالى dan Rasul-Nya supaya dijauhi. Sesungguhnya dia adalah pemangkas amal yang merobohkan, menjauhkan kawan, pemicu perselisihan dan permusuhan, sebagaimana juga telah digabungkan oleh para ulama masuk dalam kategori dosa besar, namun, sayang sangat sedikit muslim yang bisa selamat darinya, kecuali orang yang mendapat rahmat dari Allah azza wa jalla, penyakit itu adalah ghibah (mengunjing orang).
Dan peringatan tersebut ialah firman Allah تعالى didalam firman -Nya:

وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتٗا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ
“Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.”
[Qs. al-Hujurat: 12]
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dijelaskan tentang definisi ghibah secara gamblang. Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, beliau berkata: “Rasulallah صلي الله عليه وسلم pernah bertanya pada para sahabatnya:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ. قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ. قِيلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ. قَالَ: إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ » [أخرجه مسلم]
“Tahukah kalian apa itu ghibah? Para sahabat menjawab: “Allah dan Rasul -Nya yang lebih mengetahui”. Lantas beliau menjelaskan: “(Ghibah) itu ialah engkau menyebut (keburukan) saudaramu yang ia tidak suka”. Ada yang bertanya: “Bagaimana sekiranya, jika yang ada pada saudaraku itu memang benar seperti yang ku katakan? Beliau menambahkan: “Jika benar ada padanya apa yang engkau katakan itulah yang namanya ghibah. Dan jika sekiranya apa yang engkau katakan tidak ada pada saudaramu, itu namanya dusta.”
[HR. Muslim no: 2589]
Imam Tahanawi menjelaskan: “Ghibah ialah engkau menyebut-yebut saudaramu dengan perkara yang ia benci kalau seandainya berita tersebut sampai padanya, baik engkau menyebut tentang kekurangan yang ada pada tubuh atau pada lisannya. Demikian pula tatkala engkau menyebut tentang kekurangan yang ada pada postur tubuh, kelakuanya, ucapan, agama, harta, anak, pakaian, rumah atau kendaraanya. Jadi, ghibah itu tidak khusus hanya terpaku pada ucapan saja, namun, ghibah juga bisa berlaku pada perbuatan, yaitu dengan menirukan gerakan tubuhnya atau menggunakan isyarat maupun dengan tulisan”.
Dalam firman Allah تعالى yang dahulu disebutkan bahwa orang yang berghibah ria itu diserupakan oleh Allah سبحانه وتعالى seperti halnya orang yang sedang memakan daging bangkai saudaranya, Allah تعالى menyebutkan:

 وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتٗا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ
“Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.”
[Qs. al-Hujurat: 12]
Maksudnya sebagaimana kalian juga membenci perbuatan diluar kebiasaan manusia ini, tentunya kalian juga tidak suka kalau sampai melakukannya. Maka, perlu diketahui bahwa balasan orang yang mengunjing itu lebih keras dari pada perumpaan ini. Sehingga bagi orang yang berakal tentunya ayat ini sebagai bentuk peringatan dan cambuk untuk segera berpaling dari kebiasaan buruk tersebut. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya, dari Jabir bin Abdillah رضي الله عنه, beliau mengkisahkan:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَارْتَفَعَتْ رِيحُ جِيفَةٍ مُنْتِنَةٍ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَتَدْرُونَ مَا هَذِهِ. الرِّيحُ هَذِهِ رِيحُ الَّذِينَ يَغْتَابُونَ الْمُؤْمِنِينَ » [أخرجه احمد]
“Kami pernah bersama Nabi Muhammad صلي الله عليه وسلم, lalu datang angin dengan membawa bau busuk disekeliling kami. Maka, beliau bertanya kepada kami pada saat itu: “Tahukah kalian dari mana datangnya angin ini? Angin (yang membawa bau busuk) ini datang dari orang-orang yang sedang berghibah ria terhadap orang-orang yang beriman.”
[HR. Ahmad 23/97 no: 14784]
Bahkan, disebutkan balasan bagi orang yang senang ghibah ialah akan diadzab didalam kuburnya sebelum siksaan yang akan diperoleh dihari kiamat. Sebagaimana disebutkan dalam haditsnya Abu Bakrah رضي الله عنه, beliau menceritakan:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « كُنْتُ أَمْشِي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَرَّ عَلَى قَبْرَيْنِ. فَقَالَ: مَنْ يَأْتِينِي بِجَرِيدَةِ نَخْلٍ. قَال:َ فَاسْتَبَقْتُ أَنَا وَرَجُلٌ آخَرُ فَجِئْنَا بِعَسِيبٍ فَشَقَّهُ بِاثْنَيْنِ فَجَعَلَ عَلَى هَذَا وَاحِدَةً وَعَلَى هَذَا وَاحِدَةً ثُمَّ قَالَ: أَمَا إِنَّهُ سَيُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا كَانَ فِيهِمَا مِنْ بُلُولَتِهِمَا شَيْءٌ. ثُمَّ قَالَ: إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ فِي الْغِيبَةِ وَالْبَوْلِ »
“Aku pernah berjalan bersama Nabi Muhammad صلي الله عليه وسلم, lantas kami melewati dua kubur. Beliau lalu meminta kepada kami: “Siapa yang mau mengambilkan untukku pelepah kurma? Abu Bakrah mengatakan: “Maka aku bersegera untuk mendapatkannya bersama sahabat yang lain”.  Selanjutnya kami bawakan pelepah kurma, kemudia beliau membelahnya menjadi dua, lalu beliau menjadikan yang sebelah pada kubur yang satu dan yang sebelah untuk satunya lagi. Kemudian beliau bersabda: “Adapun sungguh akan diringankan (siksa) keduanya selagi pelepah kurma ini sebelum kering. Sesungguhnya keduanya sedang disiksa karena (ketika didunia) senang ghibah dan (tidak bersuci) ketika kencing.”
[HR. Ahmad 23/53 no: 20411]
Dalam riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan, Nabi Muhammad صلي الله عليه وسلم bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ 
“Adapun salah satunya (dirinya disiksa) karena senang mengadu domba. Sedang yang satunya lagi karena tidak menutup aurat tatkala kencing.”
[HR. Bukhari no: 1378 & Muslim no: 292]
Al-Hafidh Ibnu Hajar menjelaskan: “Dan ghibah itu bisa dijumpai pada sebagian kasus mengadu domba (namimah). Yaitu dengan menyebut saudaranya manakala tidak hadir dihadapanya dengan perkara yang menjelekan dirinya, supaya timbul kerusakan yang ia inginkan. Maka hal ini, mungkin sekali terjadi sebagaimana kisah penghuni kubur yang disiksa dalam kuburnya.

0 Comments